SMP Al Hikmah Surabaya secara berkelanjutan menekankan pentingnya menuntut ilmu tidak hanya sebagai bekal dunia, tetapi sebagai jembatan menuju akhirat. Dalam sesi kajian selasa, ustadz Abdillah menyampaikan materi mengenai keutamaan berilmu berdasarkan panduan Al-Qur'an dan Sunnah. Simak informasinya berikut ini.
Inti dari keutamaan berilmu terletak pada hubungan erat antara Iman dan Ilmu. Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam firman-Nya:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS Al Mujadilah [58]: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan; keduanya merupakan kunci utama yang mengangkat derajat seseorang di sisi Allah. Lebih lanjut, Allah juga membuat perbedaan tegas: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS. Az Zumar [39]: 9).
Inilah yang menjadi dasar para ulama terdahulu, seperti Ibnu Sina, Imam Al Ghazali dan Ibnu Khaldun, dalam mengklasifikasikan ilmu, yang secara umum terbagi antara ilmu yang berkaitan dengan Syariah dan ilmu selain Syariah (ghairu syariah atau).
Ustadz Abdillah menegaskan bahwa tujuan utama kita menuntut ilmu haruslah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah (taqarrub ilallaah). Logikanya, semakin bertambah ilmu kita, semakin dekat pula kita kepada Allah.
Sebaliknya, ada bahaya besar ketika ilmu tidak diiringi hidayah, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
"Barang siapa makin bertambah pelajaran ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya, maka ia akan makin jauh dari Allah."
Dalam konteks pendidikan, penting untuk memahami klasifikasi ilmu menurut Imam Al Ghazali, yaitu ilmu Fardhu ‘Ain (wajib individu, seperti fiqih/hukum-hukum Islam) dan Fardhu Kifayah (wajib kolektif, seperti Matematika atau pandai berbahasa asing).
Sebagai hamba Allah yang memahami keutamaan berilmu, kita tidak boleh hanya menguasai ilmu-ilmu Fardhu Kifayah (contoh: unggul di Matematika) tetapi mengabaikan Fardhu ‘Ain (contoh: shalatnya tidak tegak atau sombong).
Ustadz Abdillah mengingatkan bahwa seorang guru hendaknya bisa meniru Nabi Khidir yang membimbing Musa untuk mendapatkan buah ilmu, yaitu sikap tawadhu’ (rendah hati) dan kemampuan menahan hawa nafsu.
Oleh karena itu, penanaman akidah, akhlak, fiqih, dan adab di sekolah bukanlah tanggung jawab satu atau dua guru saja. Ini adalah tanggung jawab semua guru melalui Internalisasi Nilai-nilai Keislaman (INK) di mata pelajaran masing-masing.